Du Di

SELAMAT DATANG DI Du Di's Blog

Selasa, 03 Desember 2013

Sejarah Perang Salib (Holy War)


PERANG SALIB


Makalah

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tarikh Islam

semester V

dengan dosen pengampu Bapak Prof. Dr. H. Nurzaman M. A.









Disusun oleh:

Kelompok 12


Bunga Hidayati Y 1202977

Dudi Kiswanto 1202977

Siti Sarah 1202977





JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2013



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Jika kita membuka lembran sejarah, mungkin tidak ada kejadian yang lebih memilukan dan begitu dahsyat dampak jangka panjangnya bagi peradaban umat manusia daripada perang salib, yaitu perang yang terjadi selama hampir 2 abad yang melibatkan seluruh kekuatan Eropa (Kristen) melawan kekuatan muslim.

Dalam penyebaran pasukan Salib terhadap umat Islam, menjadi fenomena yang disertai timbulnya sentimen keagamaan yang kuat. Dengan adanya motif ini, maka membawa pengaruh besar terhadap hubungan antar pemeluk agama Islam dan Kristen dalam waktu yang panjang.

Melihat dari beberapa gambaran yang ada maka dapat disimpulkan bahwa, meskipun Perang Salib sudah berakhir namun pada hakekatnya belum berakhir, hal ini karena adanya perkembangan-perkembangan selanjutnya, yang walaupun tidak dalam bentuk yang lain, yang sekaligus merupakan suatu hubungan yang sulit untuk dipisahkan. Perang Salib adalah penyerangan dari kefanatikan Kristen yang dikoordinir oleh Paus yang mempunyai tujuan untuk merebut kota suci Palestina dari tangan kaum Muslimin. Selain itu, perang ini yang disebabkan oleh beberapa faktor lain yakni faktor agama, politik, sosial-ekonomi.

Peristiwa ini merusak hubungan antara dunia Timur dan dunia Barat khususnya antara agama Islam dan Kristen. Penyerbuan yang berjalan selama dua abad lamanya memakan korban baik jiwa maupun harta dan kebudayaan yang tidak sedikit banyaknya. Selain itu, masih banyak lagi dampak dari perang salib ini.








BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Perang Salib

Perang Salib berawal dari Maklumat Perang Suci yang diserukan Paus Urbanus II pada tahun 1095. Hal ini didorong oleh keinginan kaum Kristen Eropa untuk menjadikan tempat-tempat suci umat Kristen, terutama Yerussalem, bisa masuk ke wilayahnya, sehingga mereka melakukan serangkaian operasi militer melawan tentara Muslim di sepanjang kawasan Mediterania Timur. Perang ini kerap dilihat sebagai awal kontak yang melahirkan ketegangan dan sikap permusuhan antara Barat dan Timur.

Maklumat yang dikeluarkan Paus Urbanus II (pemimpin Gereja Katolik) adalah sebagai jawaban atas permintaan Kaisar Alexius I yang meminta bantuan kepadanya untuk menolong kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke wilayah kekuasaannya tersebut.

Hal ini karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern).

Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya.

Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.

Untuk menanggapi hal tersebut Paus Urbanus II segera memutuskan untuk mengadakan ekspedisi besar-besaran yang ambisius (27 November 1095). Tekad itu makin membara setelah Paus menerima laporan bahwa Khalifah Abdul Hakim-yang menguasai Palestina saat itu menaikkan pajak ziarah ke Palestina bagi orang-orang Kristen Eropa. “Ini perampokan! Oleh karena itu, tanah suci Palestina harus direbut kembali,” kata Paus.

Perang melawan kaum Muslimin diumumkan secara resmi pada tahun 1096 oleh Takhta Suci Roma. Paus juga mengirim surat ke semua raja di seluruh Eropa untuk ikut serta. Mereka dijanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.

Paus juga meminta anggota Konsili Clermont di Prancis Selatan yang terdiri atas para uskup, kepala biara, bangsawan, ksatria, dan rakyat sipil untuk memberikan bantuan. Paus menyerukan agar bangsa Eropa yang bertikai segera bersatu padu untuk mengambil alih tanah suci Palestina. Hadirin menjawab dengan antusias, “Deus Vult!” (Tuhan menghendakinya!)

Dari pertemuan terbuka itu ditetapkan juga bahwa mereka akan pergi perang dengan memakai salib di pundak dan baju. Dari sinilah bermula sebutan Perang Salib (Crusade). Paus sendiri menyatakan ekspedisi ini sebagai “Perang Demi Salib” untuk merebut tanah suci (Yerusalem).


B. Fase-Fase Perang Salib

1. Perang Salib I

Mobilisasi massa yang dilakukan Paus menghasilkan sekitar 100.000 serdadu siap tempur. Anak-anak muda, bangsawan, petani, kaya dan miskin memenuhi panggilan Paus. Peter The Hermit dan Walter memimpin kaum miskin dan petani. Namun mereka dihancurkan oleh Pasukan Turki suku Seljuk di medan pertempuran Anatolia ketika perjalanan menuju Baitul Maqdis (Yerusalem).

Tentara Salib yang utama berasal dari Prancis, Jerman, dan Normandia (Prancis Selatan). Mereka dikomandani oleh Godfrey dan Raymond (dari Prancis), Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), dan Robert Baldwin dari Flanders (Belgia). Pasukan ini berhasil menaklukkan kaum Muslimin di medan perang Antakiyah (Syria) pada tanggal 3 Juni 1098.

Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Normandia, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Edessa. Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya adalah Raymond.

Selama terjadi penyerangan di atas, kesultanan Saljuk sedang dalam kemunduran. Perselisihan antara sultan-sultan Saljuk memudahkan pasukan salib merebut wilayah-wilayah kekuasaan Islam. Dalam kondisi seperti ini muncullah seorang sultan Damaskus yang bernama Muhammad yang berusaha mengabaikan konflik internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan Saljuk untuk mengusir pasukan salib. Baldwin, penguasa Yerusalem pengganti Goldfrey, dapat dikalahkan oleh pasukan Saljuk ketika ia sedang menyerang kota Damaskus.

Sepeninggal Sultan Mahmud, tampillah seorang perwira muslirn yang cakap dan gagah pemberani. Ia adalah Imaduddin Zengi, seorang anak dari pejabat tinggi Sultan Malik Syah. Atas kecakapannya, ia menerima kepercayaan berkuasa atas kota Wasit dari Sultan Mahmud. Ia telah mencurahkan kemampuannya dalam upaya mengembalikan kekuatan pemerintahan Saljuk dan menyusun kekuatan militer.

Pada tahun 1144 Imaduddin Zengi berhasil menaklukan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.

2. Perang Salib II

Setelah kota Edessa yang dianggap oleh pasukan Kristen sebagai kota termulya berhasil ditaklukan kembali oleh pasukan Zengi, maka tokoh-tokoh Kristen Eropa dilanda rasa cemas. Sehingga menyebabkan orang-orang Kristen Eropa mengobarkan Perang Salib kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Namun kedua pasukan ini dapat dihancurkan ketika sedang dalam perjalanan menuju Syiria oleh pasukan Syeikh Nuruddin Zengi. Dengan sejumlah pasukan yang tersisa mereka berusaha mencapai Antiokhia, dan kemudian mereka menuju ke Damaskus untuk melakukan pengepungan.

Pengepungan Damaskus telah berlangsung beberapa hari, ketika Nuruddin tiba di kota ini. Namun karena jumlah pasukan yang sedikit, mereka terdesak oleh pasukan Nuruddin, pasukan salib segera melarikan diri ke Palestina, sementara Conrad III dan Louis VII kembali ke Eropa dengan tangan hampa.

Nuruddin segera mulai memainkan peran baru sebagai sang penakluk. Tidak lama setelah mengalahkan pasukan salib Conrad III dan Louis VII, ia berhasil menduduki benteng Xareirna, merebut wilayah perbatasan Apamea pada tahun 544 H/1149 M, dan kota Joscelin. Pendek kata, kota-kota penting pasukan salib berhasil dikuasainya. Ia segera menyambut baik permohonan masyarakat Damaskus dalam perjuangan melawan penguasa Damaskus yang menindas mereka. Keberhasilan Nuruddin menaklukkan kota damaskus membuat sang khalifah di Bagdad brerkenan memberinya gelar kehormatan “al-Malik al-’Adil”.

Setelah Syeikh Nuruddin Zengi wafat pada tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi putera dari Najamuddin Ayub. Shalahuddin lahir di Takrit pada tahun 432 H/1137 M. Ayahnya adalah pejabat kepercayaan pada masa Imaduddin Zengi dan masa Nuruddin. Salahuddin adalah seorang letnan pada masa Nuruddin, dan telah berhasil mengkonsolidasikan masyarakat Mesir, Nubia, Hijaz dan Yaman.

Sultan Malik Syah yang menggantikan Nuruddin adalah raja yang masih berusia belia, sehingga amir-amirnya saling berebut pengaruh yang menyebabkan timbulnya krisis poiitik internal. Kondisi demikian ini memudahkan bagi pasukan salib untuk menyerang Damaskus dan menundukkannya. Setelah beberapa lama tampillah Salahuddin berjuang mengamankan Damaskus dari pendudukan pasukan salib.

Lantaran hasutan Gumusytag, sang sultan belia Malik Syah menaruh kemarahan terhadap sikap Salahuddin ini sehingga menimbulkan konflik antara keduanya. Sultan Malik Syah menghasut masyarakat Alleppo untuk berperang melawan Salahuddin. Kekuatan Malik Syah di Alleppo dikalahkan oleh pasukan Salahuddin. Merasa.tidak ada pilihan lain, Sultan Malik Syah rneminta bantuan pasukan salib. Semenjak kemenangan melawan pasukan salib di Aleppo ini, terbukalah jalan lurus bagi tugas dan perjuangan Salahuddin di masa-masa mendatang hingga ia berhasil mencapai kedudukan sultan. Semenjak tahun 575H/1182M, kesultanan Saljuk di pusat mengakui kedudukan Salahuddin sebagai sultan atas seluruh wilayah Asia Barat.

Sementara itu Baldwin III menggantikan kedudukan ayahnya, Amaury. Baldwin III mengkhianati perjanjian genjatan senjata antara kekuatan muslim dengan pasukan Salib-Kristen. Bahkan pada tahun 582H/1186 M. Penguasa wilayah Kara yang bernama Reginald mengadakan penyerbuan terhadap kabilah muslim yang sedang melintasi benteng pertahanannya. Salahuddin segera mengerahkan pasukannya di bawah pimpinan Ali untuk mengepung Kara dan selanjutnya menuju Galilee untuk menghadapi pasukan Perancis. Pada tanggal 3 Juli 1187 M. kedua pasukan bertempur di daerah Hittin, di mana pihak pasukan Kristen mengalami kekalahan. Ribuan pasukan mereka terbunuh, sedang tokoh-tokoh militer mereka ditawan. Sultan Salahuddin selanjutnya merebut benteng pertahanan Tiberia. Kota Acre, Naplus, Jericho, Ramla, Caesarea, Asrul Jaffra, Beyrut, dan sejumlah kota-kota lainnya satu persatu jatuh dalam kekuasaan Sultan Salahuddin.

Selanjutnya Salahudin memusatkan perhatiannya untuk menyerang Yerusalem, di mana ribuan rakyat muslim dibantai oleh pasukan Salib-Kristen. Setelah mendekati kota ini, Salahuddin segera menyampaikan perintah agar seluruh pasukan Salib-Kristen Yerusalem menyerah. Perintah tersebut sama sekali tidak dihiraukan, sehingga Salahuddin bersumpah untuk membalas dendam atas pembantaian ribuan warga muslim. Setelah beberapa lama terjadi pengepungan, pasukan salib kehilangan semangat tempurnya dan memohon kemurahan hati sang sultan. Jiwa sang sultan terlalu lembut dan penyayang untuk melaksanakan sumpah dan dendamnya, sehingga ia pun memaafkan mereka. Bangsa Romawi dan warga Syria-Kristen diberi hidup dan diizinkan tinggal di Yerusalem dengan hak-hak warga negara secara penuh. Bangsa Perancis dan bangsa-bangsa Latin diberi hak meninggalkan Palestina dengan membayar uang tebusan 10 dinar setiap orang dewasa, dan 1 dinar untuk setiap anak-anak. Jika tidak bersedia mereka dijadikan sebagai budak. Namun peraturan seperti ini tidak diterapkan oleh sang sultan secara kaku. Salahuddin berkenan melepaskan ribuan tawanan tanpa tebusan sepeser pun, bahkan ia mengeluarkan hartanya sendiri untuk menrbantu menebus sejumlah tawanan. Salahuddin juga membagi-bagikan sedekah kepada ribuan masyarakat Kristen yang miskin dan lemah sebagai bekal perjalanan mereka pulang. Ia menyadari betapa pasukan Salib-Kristen telah membantai ribuan rnasyarakat muslim yang tidak berdosa, namun suara hatinya yang lembut tidak tega untuk melampiaskan dendam terhadap pasukan Kristen.

Pada sisi lainnya Salahuddin juga membina ikatan persaudaraan antara warga Kristen dengan warga muslim, dengan memberikan hak-hak warga Kristen sama persis dengan hak-hak warga muslim di Yerusalem. Sikap Salahuddin demikian ini membuat umat Kristen di negeri-negeri lain ingin sekali tinggal di wilayah kekuasaan sang sultan ini. “sejumlah warga Kristen yang meninggalkan Yerusalem menuju Antioch ditolak dan bahkan dicaci maki oleh raja Bahemond. Mereka lalu menuju ke negeri Arab di mana kedatangan mereka disambut dengan baik”, kata Mill. Perlakuan baik pasukan muslim terhadap umat Kristen ini sungguh tidak ada bandingannya sepanjang sejarah dunia. Padahal sebelumnya, pasukan Salib-Kristen telah berbuat kejam, menyiksa dan menyakiti warga muslim.

3. Perang Salib III
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III.

Sementara pada masa itu, Kekhalifahan Islam terpecah menjadi dua, yaitu Dinasti Fathimiyah di Kairo (bermazhab Syi’ah) dan Dinasti Seljuk yang berpusat di Turki (bermazhab Sunni). Kondisi ini membuat Shalahuddin prihatin. Menurutnya, Islam harus bersatu untuk melawan Eropa-Kristen yang juga bahu-membahu.

Pria keturunan Seljuk ini (Salahuddin) kebetulan mempunyai paman yang menjadi petinggi Dinasti Fathimiyyah. Melalui serangkaian lobi, akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan kedua kubu dengan damai.

Pekerjaan pertama selesai. Shalahuddin kini dihadapkan pada perilaku kaum Muslimin yang tampak loyo dan tak punya semangat jihad. Mereka dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Spirit perjuangan yang pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas di hati.

Shalahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. Di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai jihad.

Festival ini berlangsung dua bulan berturut-turut. Hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim yang mendaftar untuk berjihad membebaskan Palestina. Mereka pun siap mengikuti pendidikan kemiliteran.

Salahuddin berhasil menghimpun pasukan yang terdiri atas para pemuda dari berbagai negeri Islam. Pasukan ini kemudian berperang melawan Pasukan Salib di Hattin (dekat Acre, kini dikuasai Israel). Orang-orang Kristen bahkan akhirnya terdesak dan terkurung di Baitul Maqdis. Kaum Muslimin meraih kemenangan (1187).

Dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon (Prancis) dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Reynald akhirnya dijatuhi hukuman mati karena terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada orang-orang Islam. Namun Raja Guy dibebaskan karena tidak melakukan kekejaman yang serupa.

Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem dalam Isra’ Mi’raj, Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya bisa direbut kembali setelah 88 tahun berada dalam cengkeraman musuh.

Sejarawan Inggris, Karen Armstrong, menggambarkan, pada tanggal 2 Oktober 1187 itu, Shalahuddin dan tentaranya memasuki Baitul Maqdis sebagai penakluk yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia. Tidak ada dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang dianjurkan Al-Qur`an dalam surat An-Nahl ayat 127: “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”

Permusuhan dihentikan dan Shalahuddin menghentikan pembunuhan. Ini sesuai dengan firman dalam Al-Qur`an: “Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi dan agama itu hanya untuk Allah. Jika mereka berhenti (memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah: 193)

Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin bahkan menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah. Ia membebaskan banyak tawanan, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama menderita. Saudara lelakinya, Al-Malik Al-Adil bin Ayyub, juga sedih melihat penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara mereka dan membebaskannya saat itu juga.

Beberapa pemimpin Muslim sempat tersinggung karena orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan membawa harta benda, yang sebenarnya bisa digunakan untuk menebus semua tawanan. [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain, dan bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre (Libanon).

Shalahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik) meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks–bukan bagian dari Tentara Salib-tetap dibiarkan tinggal dan beribadah di kawasan itu.

Kaum Salib segera mendatangkan bala bantuan dari Eropa. Datanglah pasukan besar di bawah komando Phillip Augustus dan Richard “Si Hati Singa”.

Pada tahun 1194, Richard yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam, yang kebanyakan di antaranya wanita-wanita dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama.

Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar kabar itu, Shalahuddin secara sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-endap ke tenda Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu kedokteran yang hebat Shalahudin mengobati Richard hingga akhirnya sembuh.

Richard terkesan dengan kebesaran hati Shalahuddin. Ia pun menawarkan damai dan berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pulang ke Eropa. Mereka pun menandatangani perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu, Shalahuddin membebaskan orang Kristen untuk mengunjungi Palestina, asal mereka datang dengan damai dan tidak membawa senjata.

Setelah keberangkatan Jenderal Richard, Salahuddin masih tetap tinggal di Yerusalem dalam beberapa lama. Ia kemudian kembali ke Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya. Perjalanan panjang yang meletihkan ini mengganggu kesehatan sultan dan akhirnya ia meninggal enam bulan setelah tercapai perdamaian, yakni pada tahun 1193 M. Seorang penulis berkata, “Hari kematian Salahuddin merupakan musibah bagi Islam dan ummat Islam, sungguh tidak ada duka yang melanda mereka setelah kematian empat khalifah pertarna yang melebihi duka atas kematian Sultan Salahuddin”.

Salahuddin bukan hanya seorang Prajurit, ia juga seorang yang mahir dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Berbagai penulis berkarya di istananya” Penulis yang ternama di antara mereka adalah Imaduddin, sedang hakim yang termasyhur adalah al-Hakkari. Sultan Salahuddin mendirikan berbagai lembaga pendidikan seperti madrasah, perguruan, dan juga mendirikan sejumiah rumah sakit di wilayah kekuasaannya.

4. Perang Salib IV

Dua tahun setelah kematian Salahuddin, berkobarlah perang salib keempat atas inisiatif Paus Innocent III. Perang Salib Keempat (1202-1204) pada awalnya dimaksudkan untuk menaklukkan Yerusalem yang telah dikuasai Muslim melalui suatu invasi melalui Mesir dengan pertimbangan: (1) kekuatan Islam sudah beralih ke Mesir, karena itu Mesir harus dikuasai dulu; (2) penaklukan Mesir akan membawa keuntungan perdagangan untuk para pedagang Italia, jika langsung menguasai Jerusalem, orang Mesir akan melakukan tindakan pembalasan terhadap para pedagang di Delta Nil, Dimyat, dan Alexanderia. Akan tetapi ketika tentara Salib Eropa Barat tiba di Venice (1202) dan bersiap hendak menuju Mesir, tiba-tiba semua pasukan salib diperintahkan untuk menyerang Konstantinopel (Kristen Ortodox) pada bulan Juli 1203, dan merebutnya pada bulan April 1204. Setelah itu, Baldwin VII diangkat sebagai Emperor Latin I di Konstantinopel. Kekuatan ini berkuasa selama 60 tahun. Ini dipandang sebagai salah satu dari tindakan yang mengakibatkan skisma besar antara Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Roma.

Namun sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen telah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga peperangan berikutnya tidak banyak dikenal. Pada tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan Sicilia, kemudian terjadi dua kali penyerangan terhadap Syria. Pasukan kristen ini mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki Beirut. Anak Salahuddin yang bernama al-Adil segera menghalau pasukan salib. Ia selanjutnya menyerang kota perlindungan pasukan salib. Mereka kemudian mencari tempat perlindungan ke Tibinim, lantaran semakin kuatnya tekanan dari pasukan muslim, pihak salib akhirnya menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menghasilkan kesepakatan pada tahun 1198M, bahwa peperangan ini harus dihentikan selama tiga tahun.

5. Perang Salib V
Perang Salib Kelima (1217–1221) adalah upaya untuk merebut kembali Yerusalem dan seluruh wilayah Tanah Suci lainnya dengan pertama-tama menaklukkan Dinasti Ayyubiyyah yang kuat di Mesir.
Paus Honorius III mengorganisir Tentara Salib yang dipimpin oleh Leopold VI dari Austria dan Andrew II dari Hongaria, dan sebuah serangan terhadap Yerusalem akhirnya menyebabkan kota itu tetap berada di tangan pihak Muslim. Belakangan pada 1218, sebuah pasukan Jerman yang dipimpin oleh Oliver dari Koln, dan sebuah pasukan campuran Belanda, Vlams dan Frisia yang dipimpin oleh William I, Adipati Belanda tiba. Untuk menyerang Damietta di Mesir, mereka bersekutu dengan Kesultanan Rûm Seljuk di Anatolia, yang menyerang Dinasti Ayubi di Suriah dalam upaya membebaskan Tentara Salib dari pertempuran di dua front.

Setelah menduduki pelabuhan Damietta, para Tentara Salib berbaris ke selatan menuju Kairo pada Juli 1221, tetapi mereka berbalik setelah pasokan mereka berkurang dan menyebabkan mereka harus mengundurkan diri. Sebuah serangan malam oleh Sultan Al-Kamil menyebabkan kerugian besar di kalangan Tentara Salib dan akhirnya pasukan itu pun menyerah. Al-Kamil sepakat untuk mengadakan perjanjian perdamaian delapan tahun dengan Mesir.

6. Perang Salib VI

Perang Salib Keenam dimulai pada tahun (1228-1237) sebagai upaya untuk mendapatkan kembali Yerusalem. Itu dimulai tujuh tahun setelah kegagalan Perang Salib Kelima. Frederick II, Kaisar Romawi Suci, telah melibatkan dirinya secara luas dalam Perang Salib Kelima, pengiriman pasukan dari Jerman, tapi ia gagal mendampingi pasukan secara langsung, walau ada dorongan Honorius III dan kemudian Gregorius IX, saat ia diperlukan untuk mengkonsolidasikan posisinya di Jerman dan Italia sebelum memulai sebuah perang salib. Namun, Frederick lagi berjanji untuk pergi pada perang salib setelah penobatannya sebagai kaisar pada 1220 oleh Paus Honorius III.

Pada 1225 Frederick menikah Yolande dari Yerusalem (juga dikenal sebagai Isabella), putri John dari Brienne, calon penguasa Kerajaan Yerusalem, dan Maria dari Montferrat. Frederick kini punya klaim pada kerajaan yang terpecah, dan mempunyai alasan untuk berusaha memulihkannya. Pada 1227, setelah menjadi Paus Gregorius IX, Frederick dan pasukannya berlayar dari Brindisi menuju Acre, tetapi sebuah epidemi Frederick menyebabkan ia kembali ke Italia. Gregorius mengambil kesempatan ini untuk mengucilkan Frederick untuk tentara salib yang melanggar sumpah, walaupun ini hanya alasan, seperti Frederick sudah selama bertahun-tahun telah berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan kekaisaran di Italia dengan mengorbankan kepausan.

Gregorius menyatakan bahwa alasan bagi ekskomunikasi Frederick adalah keengganan untuk meneruskan perang salib. Untuk Gregory, perang salib hanyalah alasan untuk mengucilkan kaisar. Frederick berusaha untuk bernegosiasi dengan Paus, tapi akhirnya memutuskan untuk mengabaikannya, dan berlayar ke Suriah pada 1228 meskipun ekskomunikasi, dan tiba di Acre pada bulan September.

7. Perang Salib VII
Pada 1244, gabungan Khwarezmia merebut Yerusalem dalam perjalanan mereka ke sekutu Mamluk Mesir. Sehingga Yerusalem kembali dikuasai muslim, namun kejatuhan Yerusalem tidak lagi merupakan sebuah peristiwa menghancurkan dunia Kristen Eropa, yang telah melihat perpindahan kota itu dari kistiani kepada muslim ke sekian kali dalam dua abad terakhir. Kali ini, meskipun panggilan dari Paus, tidak ada antusiasme populer untuk perang salib baru.

Paus Innosensius IV dan Frederick II, Kaisar Romawi Suci melanjutkan perjuangan kepausan-kekaisaran. Frederick ditangkap dan dipenjarakan ulama dalam perjalanan ke Konsili Lyon, dan pada 1245 ia secara resmi digulingkan oleh Innosensius IV. Paus Gregorius IX juga telah ditawarkan sebelumnya saudara Raja Louis, pangeran Robert of Artois, tetapi Louis menolak. Dengan demikian, Kaisar Romawi Suci tidak dalam posisi untuk perang salib. Henry III dari Inggris itu masih berjuang dengan Simon de Montfort dan masalah lain di Inggris. Henry dan Louis tidak dalam saat yang terbaik, yang terlibat dalam Capetia-Plantagenet perjuangan, dan sementara Louis sedang pergi berperang raja Inggris menjanjikan menandatangani gencatan senjata untuk tidak menyerang tanah Perancis. Louis IX juga mengundang Raja Haakon IV dari Norwegia untuk perang salib, mengirim penulis sejarah inggris Matius Paris sebagai seorang duta besar, tapi sekali lagi tidak berhasil. Satu-satunya orang yang tertarik memulai perang salib yang lain karena itu Louis IX, yang menyatakan niat untuk pergi ke arah timur pada tahun 1245.

Perang Salib Ketujuh (1248-1254) adalah perang salib yang dipimpin oleh Louis IX dari Perancis. Sekitar 50.000 bezant emas (suatu jumlah yang setara dengan seluruh pendapatan tahunan dari Perancis) dijadikan tebusan untuk membebaskan Raja Louis yang bersama dengan ribuan pasukannya, ditangkap dan dikalahkan oleh pasukan Mesir yang dipimpin oleh Sultan Ayyubiyah Turansyah didukung oleh Bahariyya Mamluk dipimpin oleh Faris ad-Din Aktai, Baibars al-Bunduqdari, Qutuz, Aybak dan Qalawun.

8. Perang Salib VIII

Perang Salib terakhir juga dipimpin oleh Louis IX. Di tahun-tahun kemudian, perubahan di dunia Muslim mengakibatkan munculnya sejumlah serangan baru ke wilayah Kristen di Tanah Kudus. Warga lokal meminta bantuan militer pada Barat, tapi cuma sedikit bangsa Eropa yang tertarik untuk melakukan kampanye besar. Satu orang yang sekali lagi mau memanggul beban adalah Louis IX. Namun kampanye yang dia lakukan kali ini mencapai kurang dari apa yang dicapai sebelumnya bagi Kerajaan Yerusalem.

Tidak diketahui mengapa, tapi Tunisia di Afrika Utara dijadikan sasaran awal. Setelah disana, wabah peyakit mengambil nyawa banyak orang, termasuk Louis serta saudaranya, Charles Anjou, tiba dengan kapal-kapal Sisilia dan berhasil mengungsikan sisa tentara.

Meskipun ini adalah Perang Salib terakhir, ini bukanlah ekspidisi militer terakhir yang bisa disebut sebagai Perang Salib. Kampanya terus diserukan atas berbagai sasaran (bukan hanya Muslim) oleh Prajurit Salib-orang yang berkaul untuk melakukan perang.

Umat Kristen di Palestina ditinggalkan tanpa bantuan lebih lanjut. Meskipun mengalami kekalahan terus menerus, Kerajaan Yerusalem tetap bertahan sampai 1291, ketika akhirnya musnah. Umat Kristen masih tetap hidup di daerah tersebut bahkan setelah kejatuhan Kerajaan Yerusalem.


C. Dampak Perang Salib

Dalam penyebaran pasukan Salib terhadap umat Islam, menjadi fenomena yang disertai timbulnya sentimen keagamaan yang kuat. Dengan adanya motif ini, maka membawa pengaruh besar terhadap hubungan antar pemeluk agama Islam dan Kristen dalam waktu yang panjang. Melihat dari beberapa gambaran yang ada maka dapat disimpulkan bahwa, meskipun Perang Salib sudah berakhir namun pada hakekatnya belum berakhir, hal ini karena adanya perkembangan-perkembangan selanjutnya, yang walaupun tidak dalam bentuk yang lain, yang sekaligus merupakan suatu hubungan yang sulit untuk dipisahkan. Adapun hubungan Perang Salib dengan gerakan-gerakan yang dimaksud antara lain:

1. Hubungan Perang Salib dengan Orientalisme

Orientalisme lahir akibat Perang Salib atau ketika dimulainya pergeseran politik dan agama antara Islam dan Kristen Barat di Palestina. Argumentasi mereka mengatakan bahwa permusuhan politik berkecamuk berawal pada masa pemerintahan Salahuddin dan Nuruddin Zhang dan berlanjut pada anaknya yaitu Al-Adil, sebagai akibat kekalahan beruntun yang dilimpahkan pasukan Islam ke pasukan Salib, semua itu memaksa orang-orang Barat membalas kekalahan. Bertitik tolak dari keterangan diatas, maka dapat digambarkan bahwa Orientalis (pengetahuan orang Barat tentang agama, kebudayaan, peradaban, sastra dan bahasa Timur) sudah lama berkembang di Barat. Hal ini disebabkan karena perhatian orang-orang Barat terhadap Islam atau soal keTimuran sudah sejak Perang Salib. Kemudian mengenai kegiatan-kegiatan Orientalisme dalam studinya terhadap Dunia Timur atau Islam, sebenarnya telah didorong oleh beberapa motivasi, yaitu; motivasi religius, motivasi imperial, motivasi politis, dan motivasi ilmiyah.

2. Hubungan Perang Salib dengan Kolonialisme
Kolonialisme Eropa merupakan tantangan politis dan religius, dan gerakan ini telah menyingkirkan kaum muslimin memerintah di Dunia Islam yang telah berlangsung sejak jaman Nabi Muhammad. Bagi banyak orang di Barat, dugaan mengenai kemenangan Kristen didasarkan pada sejarah yang diromantisiskan untuk merayakan kepahlawanan pejuang Salib dan kecenderungan untuk menginterpretasikan sejarah kekuasaan Amerika selama dua abad lebih, masing-masing agama melihat satu sama lain sebagai militan agar berbaris dan fanatik. Dengan demikian kolonialisme adalah merupakan suatu kelanjutan dari Perang Salib, dimana gerakan-gerakan tersebut sudah merupakan warisan dari kejadian Perang Salib, dalam artian masih mempunyai hubungan yang sulit untuk dipisahkan karena Perang Salib itu sendiri merupakan jembatan bagi kolonialisme untuk menjajah Dunia Islam.

3. Hubungan Perang Salib dengan Kristenisasi

Jika dicermati, semangat salibisme ini sebenarnya telah ada sebelum terjadinya Perang Salib yang berkepanjangan. Semangat untuk menyiarkan agama Kristen diantara bangsa-bangsa yang belum mengenalnya dipandang sebagai satu kewajiban bagi umat Kristiani. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan dalam menjalankan misi memang tidak lepas dari Perang Salib, karena Perang Salib merupakann awal bangsa Barat dalam menjalankan misinnya.

Pengaruh Perang Salib Terhadap Dunia Barat

Perang Salib yang berlangsung kurang lebih dua abad membawa akibat yang sangat berarti bagi perjalanan sejarah Dunia, antara lain :

1. Perang Salib menjadi penghubung bagi bangsa Eropa, mengenali Dunia Islam secara lebih dekat, sehingga kontak hubungan antara Barat dan Timur semakin dekat.
 
2. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat Timur yang maju menjadi daya dorong pertumbuhan intelektual bangsa Barat yakni Eropa sehingga hal tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam melahirkan era Renaisans di Eropa.
 
3. Bangsa Barat yang selama itu tidak mengenal kemajuan pemikiran bangsa Timur. Maka Perang Salib itu juga membawa akibat timbulnya kegiatan penyelidikan bangsa Eropa mengenai seni dan pengetahuan penting serta berbagai penemuan yang telah dikenal di Timur seperti kincir angin, kompas kelautan, dan lain-lain.
 
4. Bangsa Barat dapat mengenali sistem industri Timur yang telah maju sehingga setelah kembali ke Eropa mereka lantas mendirikan sistem pemasaran barangbarang produk Timur. Perang Salib yang pada awalnya hanya merupakan suatu reaksi dari Kristen Eropa Barat, namun lama-kelamaan timbul suatu keinginan untuk menguasai Dunia Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya cita-cita dari umat Kristen Eropa mendirikan kerajaankerajaan mereka di seluruh daerah Timur. Untuk merealisasikan cita-cita diatas, maka jalan satu-satunya yang ditempuh yaitu menyapu bersih umat Islam.Dengan cita-cita yang telah dicanangkan tersebut.





DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2010. Sejarah Perang Salib. [online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Salib. (15 September 2013).

Admin. 2012. Perang Salib. [online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Salib. (15 September 2013).

Hidayatullah. 2013. Bersatunya Muslimin pada Perang Salib: Damaskus 1147-1154 (1). [online]. Tersedia: http://www.hidayatullah.com/read/28209/18/04/2013/bersatunya-muslimin-pada-perang-salib%3A-damaskus-1147-1154-%281%29.html. (15 September 2013)

Wijaya, Sandra. 2012. Dampak Perang Salib. [online]. Tersedia: http://sanrawijaya.wordpress.com/tag/dampak-perang-salib/. (02 Desember 2013).

0 komentar:

Posting Komentar