Du Di

SELAMAT DATANG DI Du Di's Blog

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 21 Juni 2015

CITRA PEREMPUAN SUNDA DALAM NOVEL HANDEULEUM ‘NA HATÉ BEUREUM DAN PRASASTI NU NGANCIK NA ATI: PERBANDINGAN TEKS SASTRA DALAM KAJIAN FEMINISME



Jamilah: Citra Perempuan Sunda dalam Novel Handeuleum . . . .

CITRA PEREMPUAN SUNDA
DALAM NOVEL
HANDEULEUM ‘NA HATÉ BEUREUM DAN PRASASTI NU NGANCIK NA ATI:
PERBANDINGAN TEKS SASTRA DALAM KAJIAN FEMINISME

Ai Jamilah[1]), Citra Anisa[2]), Mimif Miftahul Huda[3])
Departemen Pendidikan Bahasa Daerah,
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas Pendidikan Indonesia


ABSTRAK

Novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati mempunyai unsur-unsur feminis yang perlu dikaji dan diketahui oleh masyarakat umum, khususnya perempuan Sunda. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan citra perempuan yang ada dalam kedua novel, supaya citra positifnya bisa dijadikan contoh perempuan Sunda sekarang dan masa yang akan datang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik, dengan menggunakan teknik telaah pustaka dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua novel mengandung citra perempuan yang dapat dijadikan gambaran. Ada dua tokoh perempuan Sunda dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan delapan tokoh perempuan Sunda dalam novel Prasasti nu Ngancik na Ati yang kedudukan dan kepribadiannya dikaji oleh empat kajian feminis, yang meliputi citra fisik, citra psikis, citra perempuan di keluarga, dan citra perempuan di masyarakat. Dari keempat citra perempuan yang dijadikan kajian pokok, bisa dilihat bahwa citra perempuan dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati berdasarkan hal sosial, pendidikan, dan pekerjaannya sudah cukup baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa citra perempuan Sunda dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati sebanding, yakni citra positifnya lebih banyak dibanding citra negatif, yaitu memiliki 21 citra positif.

Kata kunci: citra perempuan Sunda, novel, kajian feminisme


ABSTRACT

Novel Handeuleum ‘na Haté Beureum and novel Prasasti nu Ngancik na Ati have feminism elements which is needed to be studied and to be known by the public, especially by sundanese woman. In general, this research aims to describe women characters in novel Handeuleum ‘na Haté Beureum and Prasasti nu Ngancik na Ati, so those positive characters can be used as an example for nowadays and the future of Sundanese women. The method used is descriptive analytic method, by using the techniques of literature review and data analysis. There are two women characters in novel Handeuleum ‘na Haté Beureum and eight women characters in Prasasti nu Ngancik na Ati whose personality assessed by four studies of feminism, there are physical image, psychological image, the image of women in the family, and the image of women in the society. The image of women in society shows that those figures of sundanese women have an important role. So, from the fourth image of women who were the principal study, we can see that the image of woman in the novel Handeuleum ‘na Haté Beureum and novel Prasasti nu Ngancik na Ati base on social, education, and work has well enough. The result of this research shows that the image of sundanese woman in novel Handeuleum ‘na Haté Beureum and Prasasti nu Ngancik na Ati is comparable, that is the positive image many more from the negative image, that is 21 the image positive.

Keywords: the image of Sundanese woman, novel, studies of feminism






PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan gambaran kehidupan manusia. Penikmat karya sastra bisa bercermin pada realitas yang diungkapkan oleh pengarang dalam sebuah karya sastra, baik itu realitas kehidupan sosial ataupun budaya. Koswara (2009, hlm. 8) menyebutkan bahwa karya sastra merupakan bagian dari seni yang memiliki ciri mandiri, keartistikan, keindahan, kejujuran, keaslian, serta nilai kebenaran yang halus dalam mencapai tujuan kehidupan manusia yang bijaksana. Artinya karya sastra menuntun manusia untuk berpikir lebih dalam, memahami maksud yang ingin disampaikan pengarang, serta memperhalus budi pekerti melalui nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam isi karya dengan pemikiran-pemikiran yang mendalam.
Salah satu karya sastra yang merupakan gambaran kehidupan manusia adalah novel. Novel merupakan karangan fiksi atau rekaan yang bercermin pada kenyataan sehari-hari, ceritanya relatif panjang, dan menceritakan kejadian yang berkelanjutan. Iser dalam Teeuw (1984, hlm. 249) menyebutkan bahwa rekaan bukan merupakan lawan dari kenyataan, tetapi memberitahukan sesuatu mengenai kenyataan. Oleh karena itu novel bisa dijadikan salah satu cerminan kehidupan masyarakat Sunda. Novel bisa menjadi salah satu media untuk menggambarkan berbagai macam kehidupan, contohnya kehidupan perempuan, baik dilihat dari sisi positif ataupun negatifnya. Salah satu novel terbaru yang menceritakan kehidupan perempuan adalah novel Handeuleum ‘na Haté Beureum (Handeuleum di Hati yang Merah) karya Chye Retty Isnendes yang diterbitkan oleh Yrama Widya taun 2014 dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati (Prasasti yang Tersemat di Hati) karya Popon Saadah yang diterbitkan oleh Green Smart Books tahun 2013. Kiranya dua novel terbaru ini bisa mewakili gambaran kehidupan perempuan masa kini, yang bisa dicontoh karakter-karakter positifnya oleh perempuan masa kini dan masa yang akan datang.
Djajanegara (2000, hlm. 51) menyatakan bahwa umumnya karya sastra yang menampilkan tokoh perempuan sebagai tokoh utama, maka karya sastra itu bisa diteliti dari segi feminismenya. Culler (1983) dalam Isnendes (2010, hlm. 48) menyebutkan jika membaca teks memakai perspektif feminis, pembaca harus menempatkan diri sebagai perempuan. Artinya pembaca harus sadar bahwa dalam teks karya yang dibacanya terdapat suara perempuan yang harus didengar dan diperhatikan lebih dalam. Sugihastuti dan Suharto dalam Rahma, (2013, hlm. 2) menyebutkan bahwa dari resepsi pembaca karya sastra di Indonesia, secara umum bisa dilihat bahwa tokoh perempuan dalam karya sastra tertinggal dari pada tokoh lelaki, misalnya tertinggal dalam hal sosial, pendidikan, pekerjaan, kedudukan di masyarakat, serta derajat perempuan sebagai bagian integral dari susunan masyarakat. Hal ini bisa terlihat dari realitas sehari-hari di masyarakat yang digambarkan dalam sebuah karya sastra.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)   bagaimana kedudukan tokoh perempuan Sunda dalam kedua novel dilihat dari hal sosial, pendidikan, pekerjaan, dan di masyarakat?
2)   bagaimana perbandingan citra perempuan Sunda yang ada dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati?
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan:
1) kedudukan tokoh perempuan Sunda dalam kedua novel dilihat dari hal sosial, pendidikan, pekerjaan, dan di masyarakat;
2) perbandingan citra perempuan Sunda yang ada dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati.
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1) menambah pengetahuan dan pemahaman dalam menilai karya sastra khususnya kajian kritik sastra feminisme;
2) mendeskripsikan gambaran umum citra perempuan Sunda yang ada dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati agar menjadi cerminan perempuan-perempuan Sunda jaman sekarang dalam memahami kedudukan dan perannya sebagai perempuan Sunda.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Suyatna (2002, hlm. 14) menjelaskan bahwa metode penelitian deskriptif analitik adalah penelitian yang didalamnya meliputi akumulasi data dengan cara deskriptif, tidak menggunakan uji hipotesis, tidak membuat ramalan/prediksi, dan tidak mendapatkan makna implikasi. Setelah dideskripsikan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan interpretasi dan pemahaman yang dalam. Metode deskriptif analitik dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis citra perempuan, dan kedudukan perempuan yang ada dalam kedua novel, dengan menggunakan kajian feminisme. Tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekhnik telaah pustaka dan analisis data. Analisis data dalam penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu persiapan, tabulasi, dan memanfaatkan data sesuai dengan pendekatan penelitian (Arikunto, 2010, hlm. 278). Selanjutnya hasil dari analisis kedua novel ini dibandingkan dan citra positifnya dijadikan gambaran perempuan masa kini dan masa yang akan datang.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tim peneliti telah mencapai 100% dalam melakukan penelitian. Tim peneliti berhasil membuat luaran berupa artikel yang dipublikasikan melalui sosial media seperti web UPI, kemudian membuat poster dan x-banner yang merupakan wujud sosialisasi kepada masyarakat umum (sekitar daerah Geger Kalong), siswa SMA Labschool UPI, dan mahasiswa di sekitar kampus UPI Bumi Siliwangi. Isi dari artikel, poster, dan x-banner adalah jawaban-jawaban dari rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, di antaranya menjelaskan kedudukan tokoh perempuan Sunda dalam kedua novel dilihat dari hal sosial, pendidikan, dan pekerjaan, serta perbandingan citra perempuan Sunda dalam kedua novel baik itu citra positif maupun citra negatif, yang meliputi citra fisik, citra psikis, citra perempuan Sunda di lingkungan keluarga, dan citra perempuan Sunda di lingkungan masyarakat (Djajanegara, 2000, hlm. 28).



Tabel 1. Citra Perempuan Sunda
Dalam kedua Novel

Novel HnHB
Novel PnNnA
Citra Positif (+)
Citra Negatif (-)
Citra Positif (+)
Citra Negatif (-)
memakai pakaian sederhana
Orangnya mood-moodan
Memakai rok
Centil
Barang bepergian secukupnya
Sensitif dan mudah tersinggung
Suka merias diri (make up)
kurang aktif organisasi
Cantik
Susah untuk memberi maaf ketika kecewa
Cantik
Kurang
Bergaul
Manis

Memakai kebaya
Sensitif
Tanggung jawab

Rambut disasak di salon
Tidak mau mengalah
Mandiri,

Sederhana

susah memaafkan
imajinya tinggi

Memakai kebaya
Pemalu
Nasionalismenya tinggi

Menghargai orang lain
Lari dari masalah
Marahnya hanya sebentar

tertutup
plinplan

Pintar


Lebih suka lk. tertutup

Tegar, berani

Punya prinsip

Mempunyai prinsip kuat

Menghargai orang tua

Mengingat Allah (Tuhan)

mementingkan hati dari harta

Mengingatkan teman

Punya cita-cita tinggi

Baik (orangg tua)

Tidak mudah lupa

memperhatikan pendidikan anak

Sayang dan perhatian kepada anaknya

dapat dipercaya

Bijaksana


Supel

Baik

Adaptasinya bagus

Penurut

Aktivis

Keluarga harmonis

Solidaritas-nya tinggi

Sosialisasi nya bagus

21
3
21
9

Dari hasil peneitian, peneliti menyimpulkan bahwa tokoh perempuan Sunda dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan Prasasti nu Ngancik na Ati umumnya mempunyai kedudukan yang baik dalam bidang sosial, pendidikan, dan pekerjaannya. Novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan Prasasti nu Ngancik na Ati kedudukannya sebanding, yakni mempunyai 21 citra perempuan Sunda yang positif, dan tujuh citra perempuan Sunda yang bersifat netral. Terdapat tiga Citra negatif dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum, dan dalam novel Prasasti nu Ngancik na Ati juga terdapat tujuh citra perempuan Sunda yang sifatnya negatif, kesemuanya bisa terlihat dari citra fisik, citra psikis, citra perempuan Sunda di lingkungan keluarga, dan citra perempuan Sunda di lingkungan masyarakat yang tergambar dalam novel. Dari hasil analisis, terdapat satu citra perempuan Sunda yang menunjukkan bahwa perempuan mempunyai harga diri yang sangat tinggi, dan harga diri itu merupakan prinsip yang harus dipertahankan sebagai seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan tokoh utama dari kedua novel. Pernyataan tokoh Mayang dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum yang menyatakan bahwa Mayang tidak ingin diberi baju oleh Andi, Mayang tetap mempertahankan harga dirinya, dan Mayang marah ketika Johanes memegang pundak dan mencemoohkannya, Mayang merasa harga dirinya sebagai seorang perempuan ditindas. Pernyataan tokoh Rinega dalam novel Prasasti nu Ngancik na Ati yang menyatakan bahwa perempuan harus mempunyai harga diri untuk tidak mengungkapkan perasaan cinta terlebih dahulu kepada seorang lelaki, dan tidak terlena oleh harta, tetapi Rinega lebih mementingkan hati.
Dari citra positif kedua novel tersebut, potensi khusus yang ingin penyusun hasilkan adalah timbulnya pemahaman dan kesadaran perempuan Sunda, baik itu peran sebagai dirinya pribadi, ataupun peran dalam keluarga dan masyarakat, dan dari karakter-karakter positif tokoh kedua novel bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti berharap kesadaran tersebut timbul dari kalangan pelajar SMA, mahasiswi, dan masyarakat umum setelah membaca artikel, poster, x-banner yang  telah dibuat. Dengan adanya kesadaran dan pemahaman tersebut, maka pendidikan karakter ataupun sikap dan sifat dari para pelajar SMA dan mahasiswi pun akan menuju ke arah yang lebih baik/positif.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: tokoh Perempuan dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati  tidak tertinggal kedudukannya dari tokoh laki-laki; tokoh perempuan Sunda dalam kedua novel umumnya mempunyai kedudukan yang baik dalam bidang sosial, pendidikan, dan pekerjaan; citra perempuan Sunda dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati sebanding, yakni citra positifnya lebih banyak dibanding citra negatif, yaitu memiliki 21 citra positif, dan citra perempuan Sunda yang sifatnya positif bisa dijadikan cerminan perempuan Sunda masa kini dan masa yang akan datang, dengan adanya pemahaman dan kesadaran melalui sosialisasi dalam bentuk artikel, poster, dan x-banner.
Saran peneliti ditujukan kepada masyarakat umum, pelajar,dan mahasiswa. Diharapkan bisa mengenal, mengetahui, paham, dan sadar terhadap gambaran umum/ citra perempuan Sunda yang terdapat dalam novél Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati, dari kesadaran tersebut masyarakat umum, pelajar,dan mahasiswa akan mengimplementasikan citra perempuan yang positifnya dalam kehidupan sehari-hari.

REFERENSI
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajanegara, S. (2000). Kritik sastra feminis: sebuah pengantar. Jakarta: Gramedia.
Isnendes, R. (2010). Kajian sastra: aplikasi teori & kritik pada karya sastra Sunda dan Indonesia. Bandung: Daluang.
 Koswara, D. (2011). Racikan sastra. Bandung : Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah UPI.
Rahma, A. (2013).Citra Wanoja Sunda dina Nu Kaul Lagu Kaléon jeung 40 Dongéng Énténg ti Pasantrén Karya R.A.F (Kajian Struktural jeung Kritik Féminisme Idéologis). Bandung: Tidak diterbitkan.
Suyatna, A. (2002). Pengantar metodologi pendidikan dan pengajaran bahasa. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa Dan Seni Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Dan Daerah.
Teeuw. (1984). Sastra dan ilmu sastra pengantar teori sastra. Jakarta: Girimukti Pasaka.



[1]) Penulis Utama
[2]) Penulis Korespondensi 1
[3]) Penulis Korespondensi 2