Jamilah:
Citra Perempuan Sunda dalam Novel Handeuleum . . . .
CITRA PEREMPUAN SUNDA
DALAM NOVEL
HANDEULEUM ‘NA HATÉ BEUREUM DAN PRASASTI
NU NGANCIK NA ATI:
PERBANDINGAN TEKS SASTRA DALAM KAJIAN
FEMINISME
Departemen Pendidikan Bahasa Daerah,
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra,
Universitas Pendidikan Indonesia
jamilahai277@gmail.com,
citraanisaseptianti@gmail.com,
mimif.miftahulhuda@gmail.com
ABSTRAK
Novel
Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel
Prasasti nu Ngancik na Ati mempunyai
unsur-unsur feminis yang perlu dikaji dan diketahui oleh masyarakat umum,
khususnya perempuan Sunda. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan citra perempuan yang ada dalam kedua novel, supaya citra
positifnya bisa dijadikan contoh perempuan Sunda sekarang dan masa yang akan
datang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik, dengan
menggunakan teknik telaah pustaka dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kedua novel mengandung citra perempuan yang dapat dijadikan gambaran. Ada
dua tokoh perempuan Sunda dalam novel Handeuleum
‘na Haté Beureum dan delapan tokoh perempuan Sunda dalam novel Prasasti nu Ngancik na Ati yang
kedudukan dan kepribadiannya dikaji oleh empat kajian feminis, yang meliputi
citra fisik, citra psikis, citra perempuan di keluarga, dan citra perempuan di
masyarakat. Dari keempat citra perempuan yang dijadikan kajian pokok, bisa
dilihat bahwa citra perempuan dalam novel Handeuleum
‘na Haté Beureum dan novel Prasasti
nu Ngancik na Ati berdasarkan hal sosial, pendidikan, dan pekerjaannya
sudah cukup baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa citra perempuan Sunda dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati sebanding,
yakni citra positifnya lebih banyak dibanding citra negatif, yaitu memiliki 21
citra positif.
Kata
kunci: citra perempuan Sunda, novel, kajian
feminisme
ABSTRACT
Novel Handeuleum
‘na Haté Beureum and
novel Prasasti nu Ngancik na Ati have feminism
elements which is needed to be studied and to be known by the public, especially by sundanese
woman. In general, this research aims to describe women
characters in novel Handeuleum
‘na Haté Beureum and Prasasti nu Ngancik na Ati, so those
positive characters can be used as an example for nowadays and the future of
Sundanese women. The method used is descriptive analytic method, by using the
techniques of literature review and data analysis. There are
two women
characters in
novel Handeuleum ‘na Haté Beureum and eight women
characters in
Prasasti nu Ngancik na Ati whose
personality assessed by four studies of feminism, there are physical image,
psychological image, the image of women in the family, and the image of women
in the society. The image of women in society shows that those figures of sundanese women
have an important role. So, from the fourth image of women who were the
principal study, we can see that the image of woman in the novel Handeuleum
‘na Haté Beureum and
novel Prasasti nu Ngancik na Ati base on
social, education, and work has well enough. The result of this
research shows
that the image of sundanese woman in novel Handeuleum ‘na Haté
Beureum and Prasasti nu Ngancik na Ati
is comparable, that is the positive image many more from the negative image,
that is 21 the image positive.
Keywords: the
image of Sundanese woman, novel, studies of feminism
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan gambaran kehidupan manusia. Penikmat karya
sastra bisa bercermin pada realitas yang diungkapkan oleh pengarang dalam
sebuah karya sastra, baik itu realitas kehidupan sosial ataupun budaya. Koswara
(2009, hlm. 8) menyebutkan bahwa karya sastra merupakan bagian dari seni yang
memiliki ciri mandiri, keartistikan, keindahan, kejujuran, keaslian, serta nilai
kebenaran yang halus dalam mencapai tujuan kehidupan manusia yang bijaksana.
Artinya karya sastra menuntun manusia untuk berpikir lebih dalam, memahami
maksud yang ingin disampaikan pengarang, serta memperhalus budi pekerti melalui
nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam isi karya dengan pemikiran-pemikiran
yang mendalam.
Salah satu karya sastra yang merupakan gambaran kehidupan manusia
adalah novel. Novel merupakan karangan fiksi atau rekaan yang bercermin pada
kenyataan sehari-hari, ceritanya relatif panjang, dan menceritakan kejadian
yang berkelanjutan. Iser dalam Teeuw (1984, hlm. 249) menyebutkan bahwa rekaan
bukan merupakan lawan dari kenyataan, tetapi memberitahukan sesuatu mengenai
kenyataan. Oleh karena itu novel bisa dijadikan salah satu cerminan kehidupan
masyarakat Sunda. Novel bisa menjadi salah satu media untuk menggambarkan
berbagai macam kehidupan, contohnya kehidupan perempuan, baik dilihat dari sisi
positif ataupun negatifnya. Salah satu novel terbaru yang menceritakan
kehidupan perempuan adalah novel Handeuleum ‘na Haté Beureum (Handeuleum
di Hati yang Merah) karya Chye Retty Isnendes yang diterbitkan oleh Yrama Widya
taun 2014 dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati (Prasasti yang Tersemat
di Hati) karya Popon Saadah yang diterbitkan oleh Green Smart Books tahun 2013.
Kiranya dua novel terbaru ini bisa mewakili gambaran kehidupan perempuan masa
kini, yang bisa dicontoh karakter-karakter positifnya oleh perempuan masa kini
dan masa yang akan datang.
Djajanegara
(2000, hlm. 51) menyatakan bahwa umumnya karya sastra yang menampilkan tokoh
perempuan sebagai tokoh utama, maka karya sastra itu bisa diteliti dari segi
feminismenya. Culler (1983) dalam Isnendes (2010, hlm. 48) menyebutkan jika
membaca teks memakai perspektif feminis, pembaca harus menempatkan diri sebagai
perempuan. Artinya pembaca harus sadar bahwa dalam teks karya yang dibacanya
terdapat suara perempuan yang harus didengar dan diperhatikan lebih dalam.
Sugihastuti dan Suharto dalam Rahma, (2013, hlm. 2) menyebutkan bahwa dari resepsi
pembaca karya sastra di Indonesia, secara umum bisa dilihat bahwa tokoh
perempuan dalam karya sastra tertinggal dari pada tokoh lelaki, misalnya
tertinggal dalam hal sosial, pendidikan, pekerjaan, kedudukan di masyarakat,
serta derajat perempuan sebagai bagian integral dari susunan masyarakat. Hal
ini bisa terlihat dari realitas sehari-hari di masyarakat yang digambarkan
dalam sebuah karya sastra.
Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) bagaimana
kedudukan tokoh perempuan Sunda dalam kedua novel dilihat dari hal sosial,
pendidikan, pekerjaan, dan di masyarakat?
2) bagaimana
perbandingan citra perempuan Sunda yang ada dalam novel Handeuleum ‘na Haté
Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati?
Adapun
tujuan khusus dari penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan:
1) kedudukan tokoh
perempuan Sunda dalam kedua novel dilihat dari hal sosial, pendidikan,
pekerjaan, dan di masyarakat;
2) perbandingan citra
perempuan Sunda yang ada dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan
novel Prasasti nu Ngancik na Ati.
Sedangkan
manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1) menambah pengetahuan
dan pemahaman dalam menilai karya sastra khususnya kajian kritik sastra
feminisme;
2) mendeskripsikan
gambaran umum citra perempuan Sunda yang ada dalam novel Handeuleum ‘na Haté
Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati agar menjadi cerminan
perempuan-perempuan Sunda jaman sekarang dalam memahami kedudukan dan perannya
sebagai perempuan Sunda.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif analitik. Suyatna (2002, hlm. 14) menjelaskan bahwa metode penelitian
deskriptif analitik adalah penelitian yang didalamnya meliputi akumulasi data dengan
cara deskriptif, tidak menggunakan uji hipotesis, tidak membuat ramalan/prediksi,
dan tidak mendapatkan makna implikasi. Setelah dideskripsikan selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan interpretasi dan pemahaman yang dalam. Metode deskriptif
analitik dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis citra
perempuan, dan kedudukan perempuan yang ada dalam kedua novel, dengan menggunakan
kajian feminisme. Tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekhnik
telaah pustaka dan analisis data. Analisis data dalam penelitian ini meliputi
tiga hal, yaitu persiapan, tabulasi, dan memanfaatkan data sesuai dengan
pendekatan penelitian (Arikunto, 2010, hlm. 278). Selanjutnya hasil dari analisis
kedua novel ini dibandingkan dan citra positifnya dijadikan gambaran perempuan
masa kini dan masa yang akan datang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tim peneliti telah mencapai 100% dalam
melakukan penelitian. Tim peneliti berhasil membuat luaran berupa artikel yang
dipublikasikan melalui sosial media seperti web UPI, kemudian membuat poster
dan x-banner yang merupakan wujud sosialisasi kepada masyarakat umum (sekitar
daerah Geger Kalong), siswa SMA Labschool UPI, dan mahasiswa di sekitar kampus
UPI Bumi Siliwangi. Isi dari artikel, poster, dan x-banner adalah
jawaban-jawaban dari rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang ingin dicapai,
di antaranya menjelaskan kedudukan tokoh perempuan Sunda dalam kedua novel
dilihat dari hal sosial, pendidikan, dan pekerjaan, serta perbandingan citra
perempuan Sunda dalam kedua novel baik itu citra positif maupun citra negatif,
yang meliputi citra fisik, citra psikis, citra perempuan Sunda di lingkungan
keluarga, dan citra perempuan Sunda di lingkungan masyarakat (Djajanegara, 2000, hlm.
28).
Tabel 1.
Citra Perempuan Sunda
Dalam
kedua Novel
Novel HnHB
|
Novel PnNnA
|
||
Citra Positif (+)
|
Citra Negatif (-)
|
Citra Positif (+)
|
Citra Negatif (-)
|
memakai pakaian sederhana
|
Orangnya
mood-moodan
|
Memakai rok
|
Centil
|
Barang bepergian secukupnya
|
Sensitif
dan mudah tersinggung
|
Suka merias diri (make up)
|
kurang aktif organisasi
|
Cantik
|
Susah
untuk memberi maaf ketika kecewa
|
Cantik
|
Kurang
Bergaul
|
Manis
|
|
Memakai kebaya
|
Sensitif
|
Tanggung
jawab
|
|
Rambut disasak di salon
|
Tidak mau mengalah
|
Mandiri,
|
|
Sederhana
|
susah
memaafkan
|
imajinya
tinggi
|
|
Memakai kebaya
|
Pemalu
|
Nasionalismenya
tinggi
|
|
Menghargai orang lain
|
Lari dari masalah
|
Marahnya
hanya sebentar
|
|
tertutup
|
plinplan
|
Pintar
|
|
Lebih suka lk. tertutup
|
|
Tegar,
berani
|
|
Punya prinsip
|
|
Mempunyai prinsip kuat
|
|
Menghargai orang tua
|
|
Mengingat
Allah (Tuhan)
|
|
mementingkan hati dari harta
|
|
Mengingatkan
teman
|
|
Punya cita-cita tinggi
|
|
Baik
(orangg tua)
|
|
Tidak mudah lupa
|
|
memperhatikan
pendidikan anak
|
|
Sayang
dan perhatian kepada anaknya
|
|
dapat
dipercaya
|
|
Bijaksana
|
|
Supel
|
|
Baik
|
|
Adaptasinya bagus
|
|
Penurut
|
|
Aktivis
|
|
Keluarga
harmonis
|
|
Solidaritas-nya tinggi
|
|
Sosialisasi
nya bagus
|
|
21
|
3
|
21
|
9
|
Dari hasil peneitian,
peneliti menyimpulkan bahwa tokoh perempuan Sunda dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan Prasasti nu Ngancik na Ati umumnya
mempunyai kedudukan yang baik dalam bidang sosial, pendidikan, dan pekerjaannya.
Novel Handeuleum
‘na Haté Beureum dan Prasasti nu
Ngancik na Ati kedudukannya sebanding, yakni
mempunyai 21 citra perempuan Sunda yang positif, dan tujuh citra perempuan
Sunda yang bersifat netral. Terdapat tiga Citra negatif dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum, dan dalam novel Prasasti nu Ngancik na Ati juga terdapat
tujuh citra perempuan Sunda yang sifatnya negatif, kesemuanya bisa terlihat
dari citra fisik, citra psikis, citra perempuan Sunda di lingkungan keluarga,
dan citra perempuan Sunda di lingkungan masyarakat yang tergambar dalam novel.
Dari hasil analisis, terdapat satu citra perempuan Sunda yang menunjukkan bahwa
perempuan mempunyai harga diri yang sangat tinggi, dan harga diri itu merupakan
prinsip yang harus dipertahankan sebagai seorang perempuan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan tokoh utama dari kedua novel. Pernyataan tokoh Mayang dalam
novel Handeuleum ‘na Haté Beureum yang menyatakan bahwa
Mayang tidak ingin diberi baju oleh Andi, Mayang tetap mempertahankan harga
dirinya, dan Mayang marah ketika Johanes memegang pundak dan mencemoohkannya,
Mayang merasa harga dirinya sebagai seorang perempuan ditindas. Pernyataan
tokoh Rinega dalam novel Prasasti
nu Ngancik na Ati yang menyatakan bahwa perempuan
harus mempunyai harga diri untuk tidak mengungkapkan perasaan cinta terlebih
dahulu kepada seorang lelaki, dan tidak terlena oleh harta, tetapi Rinega lebih
mementingkan hati.
Dari citra positif kedua novel tersebut, potensi khusus yang ingin penyusun
hasilkan adalah timbulnya pemahaman dan kesadaran perempuan Sunda, baik itu
peran sebagai dirinya pribadi, ataupun peran dalam keluarga dan masyarakat, dan
dari karakter-karakter positif tokoh kedua novel bisa diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Peneliti berharap kesadaran tersebut timbul dari
kalangan pelajar SMA, mahasiswi, dan masyarakat umum setelah membaca artikel,
poster, x-banner yang telah dibuat.
Dengan adanya kesadaran dan pemahaman tersebut, maka pendidikan karakter
ataupun sikap dan sifat dari para pelajar SMA dan mahasiswi pun akan menuju ke
arah yang lebih baik/positif.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini
adalah: tokoh Perempuan dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan novel Prasasti nu Ngancik na Ati tidak tertinggal kedudukannya dari tokoh
laki-laki; tokoh perempuan Sunda dalam kedua novel umumnya mempunyai kedudukan
yang baik dalam bidang sosial, pendidikan, dan pekerjaan; citra perempuan Sunda
dalam novel Handeuleum ‘na Haté Beureum dan
novel Prasasti nu Ngancik na Ati sebanding,
yakni citra positifnya lebih banyak dibanding citra negatif, yaitu memiliki 21
citra positif, dan citra perempuan Sunda yang sifatnya positif bisa dijadikan
cerminan perempuan Sunda masa kini dan masa yang akan datang, dengan adanya
pemahaman dan kesadaran melalui sosialisasi dalam bentuk artikel, poster, dan x-banner.
Saran
peneliti
ditujukan kepada masyarakat umum, pelajar,dan mahasiswa. Diharapkan bisa
mengenal, mengetahui, paham, dan sadar terhadap gambaran umum/ citra perempuan
Sunda yang terdapat dalam novél Handeuleum
‘na Haté Beureum dan novel Prasasti
nu Ngancik na Ati, dari kesadaran tersebut masyarakat umum, pelajar,dan
mahasiswa akan mengimplementasikan citra perempuan yang positifnya dalam
kehidupan sehari-hari.
REFERENSI
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan
praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajanegara, S. (2000). Kritik sastra feminis:
sebuah
pengantar. Jakarta: Gramedia.
Isnendes, R. (2010). Kajian sastra:
aplikasi
teori
& kritik
pada
karya
sastra
Sunda dan Indonesia.
Bandung: Daluang.
Koswara, D. (2011). Racikan sastra. Bandung : Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah UPI.
Rahma, A.
(2013).Citra Wanoja Sunda dina Nu Kaul Lagu Kaléon jeung 40 Dongéng Énténg
ti Pasantrén Karya R.A.F (Kajian Struktural jeung Kritik Féminisme Idéologis). Bandung: Tidak diterbitkan.
Suyatna,
A. (2002). Pengantar metodologi
pendidikan dan pengajaran bahasa. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional
Universitas Pendidikan Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa Dan Seni Jurusan
Pendidikan Bahasa Indonesia Dan Daerah.
Teeuw.
(1984). Sastra dan ilmu sastra pengantar
teori sastra. Jakarta: Girimukti Pasaka.
0 komentar:
Posting Komentar